NPM: 13110935
Kelas: 1KA26
Kelmpok 3
*Teori
Peranan Pemuda Dalam Pembangunan Masyarakat ,Bangsa dan Negara
Dalam hubungannya dengan sosialisasi geenerasi muda khususnya mahasiswa telah melaksanakan proses sosialisasi dengan baik dan dapat dijadikan contoh untuk generasi muda, mahasiswa pada khususnya pada saat ini.
Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 ternyata perlu ditebus dengan pengorbanan yang tinggi. Oleh karena segera setelah proklamasi pemuda Indonesia membentuk organisasi yang bersifat politik maupun militer, diantaranya KAMI(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ) yang didirikan oleh mahasiswa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia .
KAMI menjadi pelopor pemdobrak kearah kehidupan baru yang kemudian dikenal dengan nama orde baru (ORBA). Barang siapa menguasai generasi muda, berarti menguasai masa depan suatu bangsa, demikian bunyi suatu pepatah. Berarti masa depan suatu bangsa itu terletak ditangan generasi muda.
Kalau dilihat lebih mendalam, mahsiswa pada garis besarnya mempunyai peranan sebagai :
a. agent of change
b. agent of development
c. agent of modernizatiom
Sebagai agent of change, mahasiswa bertugas untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat kearah perubahan yang lebih baik. Sedangkan agent of development, mahasiswa bertugas untuk melancarkan pembangunan di segala bidang, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Sebagai agent of modernization, mahasiswa bertugas dan bertindak sebagai pelopor dalam pembaharuan.
*Study Kasus
Peranan Sosial Mahasiswa dan Pemuda di Masayrakat
Pada masa 1990 sampai 2000 an demonstrasi masih marak di berbagai tempat. Pada masa itu mahasiswa dan pemuda menyebutkan dirinya sebagai Gerakan Moral. Sedangkan pada mahasiswa yang lain gerakan mahasiswa menyebutkan dirinya sebagai gerakan Politik.
Mahasiswa menjadi pecah dan terkadang pragmatis. Tidak menjadi rahasia umum lagi mahasiswa dibayar untuk berdemonstrasi.
Sebelum terlalu jauh meneropong peranan mahasiswa di luar kampus– walaupun klise– sebaiknya kita mesti ingat bahwa tugas utama mahasiswa dan pemuda adalah belajar di sekolah/kampus.
Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat. Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain.
Bisakah mahasiswa beranjak menuju gerakan pemikiran dan gerakan transformasi?
Mari kita coba dan berjuang!!
Dasar Pemikiran neoliberalisme “pasar adalah tuan dan negara adalah pelayan” salah satu contoh yang paling baru mengenai kekalahan negara/pemerintah terhadap pasar adalah harga minyak yang naik.
Paradigma pasar menguhah cara berpikir dan persepsi masyarakat. Dominasi kapitalisme memutarbalikkan hubungan antara masyarakat (sosial) dan Pasar (ekonomi) (Polanyi, 1957).
Pada awal beroperasinya kapitalisme, pasar merupakan bagian dari masyarakat. Operasionaliasi norma-norma pasar berakar dan dibatasi norma sosial, kultural, dan politik. Masyarakat merupakan pemegang kunci dalam hubungan sosial dan ekconomi. Tapi ketika kapitalisme mendominasi, keberadaan pasar telah berbalik 180 derajat, masyarakatlah yang menjadi bagian dari pasar. kehidupan sehari-hari pun direduksi menjadi bisnis dan pasar.
Dampak langsung yang bisa dirasakan semenjak kenaikan BBM tahun 2005 antara lain terjadi inflasi, daya beli masyarakat menurun, kesehatan masyarakat menurun (kekurangan gizi), angka anak putus sekolah (drop out), angka kematian anak, pengangguran dan kemiskinan meningkat, sehingga munculnya kerentanan sosial.
Keadaan di atas dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya generasi yang hilang (the lost generation) ungkapan yang telah nyaris menjadi klise, jika persoalan anak dan orang muda tidak dapat diatasi dengan baik khususnya di sektor Gizi dan kesehatan serta pendidikan, maka kita akan kehilangan sebuah generasi, yang menjadi pertanyaan apakah benar bahwasanya satu generasi yang akan hilang ? kehilangan generasi mempunyai implikasi yang luas mereka mungkin tidak akan mampu menyisakan pendapatannya untuk memperbaiki kesejahteraanya sendiri hingga lingkaran setan pun terjadi karena Gizi yang rendah, prestasi sekolah yang pas-pasan, kemungkinan anak akan drop- out dan harus mempertahan kan hidup dan pengangguran.
Secara tak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental instan dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi kesulitan, hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos kerja jadi lemah.
Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan” arena billyard, playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah tempat bagi anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena menarik perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak untuk belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih positif.
Peran pemuda yang seperti ini adalah peran sebagai konsumen saja, pemuda dan mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan yang berkontemplasi (pencipta karya). Dapat ditambahkan disini persoalan NARKOBA yang dominan terjadi di kalangan generasi muda yang memunculkan kehancuran besar bagi bangsa Indonesia .
Sudah 60 tahun lebih bangsa Indonesia merdeka, sistem pendidikan telah dibaharui agar mampu menjawab berbagai perubahan diseputaran kehidupan umat manusia. Tetapi selesai kuliah barisan penganggur berderet-deret. Para penganggur dan setengah penganggur yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya, mereka menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan yang dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan penghambat pembangunan dalam jangka panjang.
*Opini
Menurut saya, memang Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Karena itu, kita sebagai mahasiswa sudah seharusnya memperkuat dan mempertebal iman islam kita dari hal-hal negative yang ada di sekitar kita seperti narkoba, pergaulan bebas, dll untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat bahwa mahasiswa memanglah kaum intelektual.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan pola dasar pembinaan pengembangan generasi muda.
*Teori
Pembinaan generasi muda pada umumnya bertalian erat baik dengan usaha-usaha pendidikan sekolah (pendidikan for-mil) maupun dengan kegiatan pendidikan luar sekolah (non- formil). Pengembangan kehidupan berorganisasi di kalangan generasi muda dilakukan dalam lingkungan sekolah dan kampus begitu pula di kalangan masyarakat luas (dalam kepramukaan ataupun organisasi kepemudaan lainnya).
Kebijaksanaan pengembangan generasi muda dilakukan secara terkoordinasi, terarah, integral dan komprehensif. Hal ini berarti bahwa antara satu organisasi/lembaga dengan organisasi/lembaga lainnya dibina hubungan saling mengisi dan saling membantu dalam rangka meningkatkan integrasi pemuda dalam pelaksanaan program-program pembangunan serta partisipasinya dalam proses pembangunan pada umumnya.
*Study kasus
PENGEMBANGAN SOFT SKILLS DALAM PENINGKATAN MUTU PERGURUAN TINGGI
Pendahuluan Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan ini pada dasarnya melibatkan beberapa pihak diantaranya untuk perguruan tingggi yaitu: pendidik (Dosen) dan peserta didik
(Mahasiswa). Keterlibatan pihak tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (human interaction) yang mempunyai potensi masing-masing sebagai aset nasional sekaligus modal dasar pembangunan bangsa.Potensi yang
ada tersebut harus dapat dikembangkan serta dipupuk secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah serta terpadu, yang dikelola secara serasi dan seimbang. Oleh karena itu, strategi pendidikan perlu secara khusus memperhatikan pengembangan potensi intelektual maupun bakat khusus yang bersifat keterampilan termasuk soft skills
Konsep soft skills sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep kecerdasan emosional. Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan tekhnis dan akademis dan sudah dibangun sejak kecil (didikan lingkungan dan keluarga) yang lebih mengutamakan keterampilan intra dan interpersonal, yaitu keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri yang mampu mengembangkan produktifitas kerja secara maksimal. Selama ini pemberian soft skill untuk beberapa perguruan tinggi sering terabaikan. Sebagai bahan kajian, kami memberikan sebuah contoh kecil yang dihadapi dosen dan mahasiswa sehari-hari di sebuah perguruan tinggi di Kota A, dimana perguruan tinggi tersebut didominasi oleh mahasiswa yang sudah bekerja (90%).
Umumnya tujuan mahasiswa kuliah hanya mencari ijazah sebagai penunjang karir ke depan. Hal ini dapat dilihat dari mahasiswanya yang tidak tepat waktu masuk perkuliahaan dengan alasan kerja dan di tambah dengan opini mahasiswa ketika memilih untuk masuk perguruan tinggi sebagai pilihan ke dua untuk penunjang karir. Ironisnya beberapa dosenpun ikut “mengamini“ keterlambatan mahasiswa tersebut yang akhirnya dosenpun jadi terlambat masuk kuliah. Ketika awal-awal dosen memasuki ruangan ternyata mahasiswa tidak ada dan ini terulang untuk beberapa
kali pertemuan sehingga dosen menjadi jenuh, kemudian kebiasaan mahasiswa menyontek ketika ujian berlangsung, masih terbatasnya kemampuan mahasiswa dalam mengungkap ide atau gagasan-gagasan mereka, kurangnya
keinginan atau motivsi mahasiswa untuk mengikuti kegiatan kemahasiswaan.
Dari dosen sendiripun juga belum mendukung pengembangan soft skills, dan ini dapat dilihat dari keterlambatan dosen dalam perkuliahaan, belum seriusnya dosen dalam pengecekan tugas mahasiswa dan adanya kesan dari dosen bahwa etika dan moral adalah tugasnya dosen yang mengajarkan mata kuliah agama, pancasila, kewarganegaraan, dan sebagainya. Jika masalah
kecil yang ditemui sehari-hari dalam perkuliahaan ini dibiarkan berlarut, maka akan menjadi masalah yang besar yang pada akhirnya akan menjadi suatu budaya yang buruk bagi kelangsungan dunia pendidikan. Padahal diketahui bahwa masalah diatas termasuk soft skill yang akan berpengaruh besar terhadap mahasiswa dan dosen kedepan karena dari hasil penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa orang-orang yang sukses di dunia, 82 % ditentukan oleh soft skills, keterampilan emosional dan sejenisnya. Di perguruan tinggi, dosen adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk mendiseminasikan soft skill pada para mahasiswa, dosen harus bisa menjadi living example. Dari mulai dating tepat waktu, pemberian metode pembelajaran, mengoreksi tugas, penanaman etika, penampilan menarik dan
sebagainya. Dosen juga harus bisa melatih mahasiswa supaya asertif, supaya berani membicarakan ide. Begitu juga dari kalangan mahasiswa yang tidak hanya pintar akademik tetapi juga disiplin, beretika, dan sebagainya. Untuk itu dalam rangka mengoptimalkan pengembangan soft skill terutama diperguruan tinggi yang didominasi pekerja perlu dilakukan beberapa upaya nyata, di antaranya: pertama, penyusunan program pengembangan soft skill secara sistematis, yang termuat dalam buku pedoman peraturan perguruan tinggi yang bersangkutan, dalam proses pembelajaran, metode pembelajaran, kurikulum pendidikan, kedua, diadakannya kebijakan yang melegalisasi
pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan yang berbasis soft skill. Pengalaman penulis memang berbeda ketika mengajar mahasiswa yang mayoritas bekerja dengan mahasiswa yang tidak bekerja. Persoalan pertama adalah merubah atau memperbaiki niat awal dari mahasiswa pekerja tentang tujuan kuliah yang disampaikan ketika kontrak perkuliahaan diawal pertemuan tatap muka dan secara kontinyu dosen wajib “menyelipkan” nilai moral dalam
perkuliahaan. Hal ini penulis ungkapkan karena berpengaruh terhadap disiplin dan kejujuran mahasiswa. Sering alasan mahasiswa terlambat karena pekerjaan. Adanya perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Pembelajaran inovatif memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari mahasiswa.
Metode-metode tersebut diantaranya adalah: (a). Berbagi informasi (Information Sharing) dengan cara curah gagasan (brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (group discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium, dan seminar; (b). Belajar dari pengalaman (experience based) dengan cara simulasi, bermain peran (roleplay), permainan (game), dan kelompok temu; (c). Pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based) dengan cara studi kasus, tutorial, dan lokakarya. Melalui proses pembelajaran dengan
keterlibatan aktif mahasiswa, ini berarti dosen tidak mengambil hak mereka untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya.
*Opini
Menurut saya adanya soft skill sangat membantu dosen dalam memberikan pembelajaran bagi mahasiswanya tanpa harus bertatap muka secara langsung dan juga dapat mempercepat waktu pembelajaran dan lebih efisien.